
Semuanya menjengkelkan, tidak mood untuk apa pun, sekolah menyebalkan, guru tetap payah dan orang tua tidak tahu tentang apa pun… Semua ini adalah tanda khas pubertas, terlebih pasca pandemi Covid-19. Dan itu sepenuhnya normal. Tetapi, bagaimana jika kinerja sekolah jadi terhambat akibat siswa (remaja) tidak mau sekolah dalam jangka waktu cukup lama? Berikut ini saya coba membahas tips mengatasi remaja tidak mau sekolah. Semoga bermanfaat.
Tetap berhubungan dengan remaja itu
Selama pubertas, anak-anak memikirkan hal-hal lain selain sekolah dan belajar. Otak mereka sedang dalam fase renovasi dan mereka mulai mencari identitas diri mereka sendiri. Fakta bahwa mereka menjauhkan diri dari orang tua dan dunia orang dewasa, merupakan proses yang penting. Cobalah untuk mengingat bahwa Anda juga pernah mengalaminya – dan berhasil melewatinya.
Pemahaman sama pentingnya bagi anak-anak saat ini, seperti keterbukaan dan minat. Sekalipun putra atau putri Anda terkadang berperilaku negatif terhadap Anda: tetap ikuti perkembangannya, dengarkan dan tanyakan bagaimana keadaan anak Anda sebenarnya. Yang terpenting beri mereka perasaan adanya keberadaan Anda di sana, di saat-saat mereka membutuhkan Anda – apa pun situasinya.
Aturan harus berlaku untuk remaja
Tentu, puber secara bertahap membutuhkan lebih banyak kebebasan. Namun demikian, mereka belum siap untuk membuat keputusan tentang hidup mereka sendiri. Apalagi saat ini mereka membutuhkan orientasi dan batasan yang jelas.
Banyak orang tua mengacaukan batasan ini dengan instruksi yang kaku dan otoriter. Tetapi akan lebih menjanjikan jika Anda berbicara dengan anak Anda tentang apa yang penting bagi Anda, bagaimana perasaan Anda ketika peraturan diabaikan, atau tingkat prestasi/dedikasi tertentu untuk sekolah tidak diperlihatkan. Yang utama dikenal dalam dunia psikologi, dorongan dan motivasi akan lebih baik daripada celaan dan hinaan, terlebih jika dilakukan secara terus-menerus terhadap anak remaja Anda.
Ritual membantu anak-anak dalam masa pubertas
Bermain dengan komputer, mendengarkan musik, bertemu teman, atau sekadar bersantai di sofa selama berjam-jam, adalah ritual khas remaja kita, daripada untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar mempersiapkan ujian berikutnya. Ritual kebiasaan macam itu tetaplah dibutuhkan. Tapi, tugas dan tanggung jawab sebagai pelajar tetaplah yang utama. Lalu, bagaimana kita membuat remaja kita tidak lalai terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar?!
Banyak cara bisa dilakukan orang tua dalam membantu anak remajanya menyelesaikan tugas tanggung jawabnya sebagai remaja/pelajar, diantaranya; menyiapkan tempat belajar yang aman dan nyaman jauh dari gangguan, melengkapi perlengkapan dan alat belajarnya dengan baik, sediakan penerangan yang cukup, dll. Tapi yang lebih utama lagi, jelaskan kepada anak Anda bahwa kesuksesan hanya datang dengan komitmen pribadi yang kuat. Contohkan saja semisal seorang pemain sepak bola terkenal harus mengikuti waktu latihan yang padat dan tetap, seorang penyanyi terkenal harus datang ke latihan band yang telah disepakati secara disiplin, dan orang-orang sukses harus selalu berusaha dan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai kesuksesannya, dan itu konsekwensi yang harus dilakukan jika dirinya pingin sukses.
Remaja perlu belajar cara belajar
Belajar dengan keras dan belajar secara tekun di saat ini tidaklah cukup, apalagi di masa pubertas, saat otak anak muda membutuhkan dorongan baru. Pendekatan yang menyenangkan berguna untuk “menginternalisasi” materi baru. Misalnya, dorong anak Anda untuk mengembangkan keterampilan literasi dengan pertanyaan-pertanyaan terkait perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan sejenisnya yang muncul diberita koran, majalah atau internet, pada saat makan malam. Atau, gambarkan apa yang telah Anda pelajari sebagai “peta pikiran” Anda, yang dapat ditemukan melalui internet, berita televisi, dan sejenisnya. Bisa juga melalui menulis ringkasan semacam “contekan” dari buku-buku paket yang dipelajari, adalah metode pembelajaran yang efektif. Karena fakta harus diringkas dengan cara yang sangat padat, penulisan contekan akan lebih mudah diingat. Tentu saja, catatan catatan itu tidak boleh dibawa ke sekolah.
Menciptakan rasa berprestasi bagi anak di masa pubertas
Orang tua cenderung membatasi waktu luang mereka, terutama ketika keadaan tidak berjalan dengan baik di sekolah dan seorang anak menjadi lesu dan tampaknya tidak dapat melakukan apa pun lagi. Namun, para pendidik dan psikolog menyarankan hal-hal berikut ini.
Kegiatan di luar sekolah, baik itu kelas hip-hop, klub hoki, atau bahkan sekadar berkumpul dengan teman-teman, memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk membuktikan diri, memperoleh rasa pencapaian, dan menerima pengakuan. Semua ini penting untuk harga diri mereka, yang seringkali dilemahkan oleh nilai buruk dan masalah di sekolah. Tetapi jelaskan juga: semua itu boleh dilakukan setelah tugas dan pekerjaan rumah terselesaikan.
Memotivasi remaja alih-alih membuat mereka frustrasi
Memuji anak secara tidak natural atau meremehkan perilakunya akan berdampak negatif pada remaja, meski itu hanya berupa menegur, mendesak, dan memarahi. Dan kesemuannya itu tidak banyak membantu dan hanya membuat Anda merasa sangat buruk di hadapan anak remaja kita. Cobalah eksperimen berikut: pujilah anak remaja Anda untuk hal-hal kecil (jelas) tanpa berlebihan. Beri mereka senyuman, acungan jempol, atau sekedar sentuhan lembut di kepala mereka saat mereka selesai mencuci gelas/piring bekas pakai mereka, saat mereka selesai mengerjakan PR, juga kegiatan-kegiatan kecil apapun meski hasil kurang memuaskan sekali pun. Pujian atau senyuman yang diberikan secara wajar setelah mereka selesai melakukan sesuatu, dapat memotivasi mereka untuk melakukan secara lebih baik.
Menghabiskan waktu bersama keluarga
Penurunan kinerja di sekolah dan sikap tidak tertarik yang terus-menerus dari anak-anak puber sering kali membebani kedamaian keluarga yang tak terkira. Lebih penting lagi bahwa orang tua dan anak-anak secara teratur menghabiskan waktu bersama. Apakah ini tamasya, permainan malam atau memasak bersama atau jogging sepenuhnya terserah Anda. Ini juga sepenuhnya cukup untuk berbagi satu kali makan sehari dengan andal. Hal utama adalah Anda hanya berbicara tentang sesuatu selain sekolah dan kurangnya motivasi selama ini.
Membatasi konsumsi media oleh remaja
Televisi, komputer, ponsel: Konsumsi media yang berlebihan melumpuhkan banyak anak muda. Anda menghabiskan waktu berjam-jam di depan perangkat, terjun ke dunia digital – dan kemudian Anda tidak lagi merasa seperti kehidupan nyata. Namun, larangan keras bukanlah solusi. Lebih baik membuat “kontrak” dengan anak Anda dalam penggunaannya, serta memastikan mereka belakukan aktivitas keluar agar peroleh udara segar sehingga sirkulasi udara, metabolisme, dan sirkulasi darah berjalan lancar. Pun demikian dengan kecukupan tidur, sama pentingnya dengan aktivitas-aktivitas bermanfaat lainnya. Karena anak muda yang tidak termotivasi seringkali juga akibat kelelahan.
Cari bantuan profesional untuk remaja
Bahkan jika kurangnya dorongan, kelesuan, dan penurunan prestasi sekolah akibat aturan dan bukan pengecualian dalam masa pubertas, Anda harus memperhatikan anak Anda. Jika kondisinya berlangsung lama atau mencapai tahap yang mengkhawatirkan, Anda harus berbicara dengan guru dan mungkin psikolog atau dokter, utamanya jika anak Anda mengeluhkan rasa berat yang terus-menerus, susah tidur, atau kelelahan berlebihan. Bisa juga manakala anak remaja anda makan jauh lebih sedikit dari biasanya, bahkan menarik diri dari temannya, atau menderita sakit perut dan sakit kepala berkepanjangan. Gejala-gejala ini membutuhkan klarifikasi segera. Menurut penelitian WHO pasca pandemi Covid-19, satu dari tujuh anak dan remaja di di dunia, usia antara 12 hingga 18 tahun menderita kesehatan mental yang perlu diobati.