Video di atas adalah contoh alih teknologi dari tangan terampil seniman ukir Jepara yang sudah terkenal di seantero dunia, ke bentuk ukir teknologi komputer. Sebuah temuan canggih yang amat efektif dan efisien dalam membantu umat manusia membuat pintu ukir Jepara.
Temuan tersebut nampak sederhana dan hal yang biasa. Tapi menjadi tantangan tersendiri jika penemunya bukan bangsa Indonesia. Tanpa disadari, hak dan kekayaan intelektual bangsa Indonesia, dalam hal ini seni ukir Jepara, secara tidak langsung dicuri oleh bangsa lain.
Beberapa waktu lalu anak-anak muda Tiongkok dan anggota Kadinnya dikirim belajar ke Jepara selama 6 bulan. Mereka mempelajari bentuk design, gaya, teknik dan cara piawai seniman-seniman ukir Jepara yang sudah tersohor di seluruh dunia, dalam menghasilkan karya seninya.
Selanjutnya Kadin dari Tiongkok beserta anak-anak muda yang dikirim belajar ke Jepara, bekerjasama dengan Universitas Beijing mengembangkan teknologi dan komputerisasi motif ukiran. Hasilnya; jika seorang seniman ukir Jepara untuk membuat sebuah pintu berukir membutuhkan waktu antara 3 hingga 4 minggu, maka dengan bantuan teknologi komputer, waktu tersebut dapat dipersingkat menjadi hanya 2 sampai 3 jam saja. Jika seniman ukir Jepara dalam membuat seni ukirnya ada resiko kesalahan hingga bahan baku musti terbuang percuma, dengan teknologi komputer resiko tersebut bisa dihilangkan. Jika hasil karya seniman ukir Jepara dihargai dengan harga teramat mahal, dengan bantuan teknologi komputer maka harga bisa ditekan semurah mungkin. Dan pada akhirnya, hasil ukir Tiongkok akan dijual kembali ke Indonesia. Orang Jepara sendiri pasti lebih memilih ukiran Tiongkok ketimbang Jepara, karena harganya pasti jauh lebih murah. Ujung-ujungnya, seni ukir Jepara yang tersohor diseantero dunia, hilang musnah ditelan bumi.
Lalu, bagaimana upaya kita mencegah hal tersebut terjadi?! Jawabnya hanya satu, lindungi kekayaan intelektual bangsa kita di hak paten dunia. Dengan cara itu, keberadaan kekayaan intelektual bangsa akan terselamatkan. Biarkan mereka menguasai teknologi, tapi kita tetap bisa menikmati royaltinya, selama mereka menggunakan kekayaan intelektual kita. Biarkan mereka memproduksi besar-besaran ukir kayunya, tapi nama ukir kayu Jepara tetap melekat di brand image produk mereka.
Permasalahan, siapa yang harus melindungi kekayaan intelektual bangsa?! Semestinya pemilik ide kekayaan intelektual bersangkutan lah yang yang mendaftarkannya, dalam hal ini seniman-seniman ukir Jepara. Tapi saya yakin, mereka tidak akan mampu. Musti ada campur tangan pemerintah daerah untuk mengurus dan memproses pendaftaran hak paten kekayaan intelektual masyarakat lingkungannya. Para bupati dan Walikota, Gubernur dan menteri, harus bahu membahu mengidentifikasi kekayaan intelektual bangsa, selanjutnya merekalah yang berkuajiban melindungi dari pencurian bangsa asing, dengan mendaftarkannya di lembaga perlindungan hak paten dunia.
Ide bagus