PEMBELAJARAN BERFIKIR KRITIS

Perkembangan zaman yang semakin kompetitif, menuntut sistem pendidikan untuk mampu menanamkan kemampuan berpikir kritis terhadap warga negaranya. Kemampuan berfikir kritis dapat dilatihkan melalui pembelajaran siswa di sekolah. Berfikir kritis adalah membentuk kemampuan seseorang dalam membuat penilaian berdasar pengetahuan, berbasis fakta, terbuka dan menanamkan rasa ingin tahu dengan mengadopsi pola pikir. Namun untuk mencapai hal ini, sekolah perlu mengintegrasikan pemikiran kritis dengan lebih baik ke dalam kurikulum yang diberlakukan.

 

Tantangan utama abad 21 adalah bahwa dengan hadirnya berbagai sarana informasi dan komunikasi serta peluang kerja baru yang berorientasi pada inovasi, maka dibutuhkan kemampuan “berfikir kritis” lebih dari sebelumnya. Meski diakui secara luas, meningkatkan pemikiran kritis merupakan tujuan utama pendidikan, tapi ternyata dirasa masih ada kekurangan-kekurangan, diantaranya belum terbentuknya kemampuan siswa untuk terlatih dan terstimulus dalam berfikir kritis. Berfikir kritis harus diajarkan kepada siswa sedini mungkin, yakni melalui pendidikan dan pembelajaran sejak di sekolah dasar hingga seterusnya.

Dalam pendidikan formal sekarang ini, dirasa siswa tidak terbimbing secara memadai dalam menilai, memproses, dan merefleksi informasi secara kritis. Kurikulum sekolah sering kali terlalu menekankan pada ‘apa yang harus dipikirkan’ daripada ‘bagaimana belajar berpikir’. Perubahan ini membutuhkan pemikiran ulang yang mendasar tentang paradigma pengajaran,

Dalam kurikulum sekolah, berpikir kritis seringkali secara eksplisit disebutkan sebagai seperangkat keterampilan dasar yang harus dikembangkan (seperti interpretasi, analisis, penalaran, evaluasi, penjelasan, dan pengaturan diri). Sementara di sisi lain, tidak didefinisikan secara operasional dalam pembelajaran. Oleh karena itu, referensi eksplisit tentang definisi berpikir kritis harus disusun terlebih dahulu, agar tujuannya lebih terlihat di setiap jenjang pendidikan. Siswa akan tampil paling efektif sebagai pemikir kritis, manakala mereka menerima bimbingan secara eksplisit dari guru yang terlatih.

Prinsip didaktik dari semua kurikulum harus berpusat pada siswa, dan berbasis pembelajaran aktif. Siswa secara bertahap harus dapat bertanggung jawab atas proses belajarnya. Selain itu, sebagian besar kurikulum harus menggambarkan peran guru yang memungkinkan dan memfasilitasi proses pembelajaran siswa. Namun kebanyakan yang terjadi di ruang kelas, orientasi pembelajaran masih berpusat pada guru, yakni pembelajaran dilakukan sebatas penyampaian konten pelajaran secara tradisional, yang dipandu melalui penugasan buku teks yang telah ditentukan dalam kurikulum sekolah. Hanya sedikit konten pelajaran  yang mengedepankan perhatian pada masukan, umpan balik, dan diskusi siswa.

Saat ini masih ada kesenjangan antara praktik di kelas dengan kurikulum diberlakukan. Pengajaran yang lebih eksplisit perlu diintegrasikan ke dalam semua kurikulum, untuk merangsang terbentuknya pemikiran kritis dan menciptakan kebiasaan berpikir kritis pada siswa. Sehubungan dengan pendekatan pemikiran kritis yang digariskan dalam kurikulum sekolah, masuk akal untuk merancang pendekatan holistik di semua mata pelajaran. Secara khusus, instruksi berpikir kritis harus diberikan dalam konteks mata pelajaran tertentu, di mana kontennya terkait dengan pengetahuan khusus mata pelajaran, daripada memunculkan mapel baru berpikir kritis yang terpisah. Harapannya, materi pemikiran kritis ada di semua mata pelajaran, di seluruh kurikulum sekolah.

Disamping itu, guru harus pula dibekali pengetahuan umum terkait pendekatan berpikir kritis, seperti halnya: pemetaan penalaran, debat, pembelajaran berbasis proyek, filosofi untuk anak-anak, diskusi kelompok, pembelajaran aktif, dan sejenisnya. Dukungan tambahan untuk guru bisa dilakukan melalui In-service training dan peluang pengembangan profesional melalui, sebagai misal: penyediaan artikel khusus, buku, lokakarya, seminar, pembelajaran rekan, pertukaran praktik terbaik, dll. Dengan kata lain, guru perlu lebih siap bagaimana mengajarkan berpikir kritis melalui praktik-praktik yang ada, sehingga mereka dapat membina dan mengembangkannya di seluruh kurikulum sekolah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *